Kabarkan Padaku :Johannes Sugiantopastilah terselip di halaman buku
rindu yang sering kau terima
entah saat matahari baru merekah
atau senja yang beranjak tenggelam
pernahkah kau cari
lembaran yang berisi sunyi
kau bersihkan dari debu
dan lipatan yang kaburkan isi
sedang rindumu tetap ada
kusimpan rapi di almari jiwa
nanti jika kau datang lagi
bisa kau baca ulang
biar tahu apakah masih ada
rindumu ataukah perlahan hilang
jika lembaran rinduku
kau temukan kembali
kabarkan padaku
tolpgi, 270207Maafkan, Jika Kau Tak Berkenan :BackPackerzdi tiap saat kehadiranmu
kutemukan serpihan hati
yang kusendiri tak sadar kan keberadaannya
keindahan yang terlukis di parasmu
tumbuhkan rasa yang keberadaannya sangat pudar
maafkan aku yang lancang memupuk rasa itu
andai saja bisa kutumpas rasa itu
mungkin segera kulakukan
kaulah sesejuk udara pagi
yang jika aku melupakanmu akan membuatku mati
akupun takkan sanggup mencintaimu
jika tiada kau buka pintu hatimu
1412200222 JUNI :BackPackerzkenangan yg tak seharusnya hadir
telah turut mengisi lembaran cerita perjalanan hidupku
entah siapa yang salah
mungkin diriku
mungkin dirinya
mungkin waktu yg telah mempertemukan aku dengannya
takkan pernah terjawab
tiap sentuhannya
memberi wangi bunga disetiap relung jiwaku
entah kenangan manis atau pahit
tiap denting suara yg keluar dari manis bibirnya
selalu menyegarkan lubuk hatiku yg kering
yang haus
yg hampa
akan kasih sayang
entah harus dikenang atau dilupakan
kuharap diriku bukanlah hanya sebagai penghibur
tapi juga sebagai pengisi ruang kosong hatinya
NOVEL (25062003)andai datang suatu masa:ahmad nadhifandai datang suatu masa
ketika persekutuan angin-bintang
menjelma bukan lagi bayang,
apa yang kau impikan?
rumah dari semua puisi cinta
yang belum sempat kita tuliskan?
taman bunga dari selaksa rindu
yang selama ini kita pendam kejam?
bolehlah..
tapi karena kita adalah jelata
yang akan meruntuhkan singgasana
dan mencopot mahkota
maka jangan banyak berharap
selain bulan madu di surga.
ramadhan-dzulqaidah 1428Biarkan Hujan Itu Menanti:katjha Sebuah sore,
dengan aku, dia dan desir angin yang mulai menepi.
masih terlalu sepi untuk sebuah perjamuan dan
pesta pora menyambut musim yang akan tiba.
Aku dan dia,
masih termenung, menatap bentangan hari menuju senjanya.
Aku dan dia, menikmati sepi
bermonolog dalam diam.
Namun aku dan dia datang
pada tempat orang-orang melihat dan berkata
tentang aku dan dia.
Pada sore ini,
aku dan dia menanti sebuah hujan
yang mengantar hari pada sebuah senjanya.
aku dan dia, datang ke tempat ini dengan senyum dan kerinduan
pada gemuruh hujan dan kilatan petir,
pada derak-derak prahara yang mengigilkan tubuh,
dan dinginnya air yang membasahi aku dan dia
adalah daya hidup yang akan terpeluk erat,
pada bara kecintaan antara aku dan dia.
Aku dan dia,
datang di sore ini bukan sebagai sajak yang merindukan
penyairnya, bukan pula sebagai deru ombak yang menanti sebongkah bukit karang.
Aku dan dia datang sebagai seekor rajawali yang terbang sendiri
di atas langit tinggi.
Sebagai jiwa yang bebas dan mencintai prahara
seperti hujan yang membawa gemuruh dan deru kilatan petir.
Dan seperti itulah aku dan dia merindukan sebuah cinta,
merindukan sebentuk kebebaan dari sebuah sudut hidup terasa besar.
Aku dan dia merindukan gemuruh hujan yang gelap,
menyambutnya dengan kaki-kaki yang telanjang,
membuang pelita dan meninggalkan tempat yang terang ini.
Kini,
dalam temaram lembayung senja kemerahan,
dia berkata padaku “biarkan hujan itu menanti”
menanti mereka yang merindukan kebebasan,
lewat bendera-bendera cinta yang mereka kibarkan
Dan kepada mereka yang terasing dan mencintai hidup
karena, mereka menolak untuk tunduk pada cinta yang mapan dan menindas.
Biarkanlah hujan itu menanti
musim yang akan tiba, dan kepak sayap kupu-kupu
kuning musim semi yang terbang bersama kecintaanya.
(Mengenang Guinevere/November 2006)